Selama beberapa tahun ke belakang, sistem arsitektur monolitik untuk pengembangan sebuah aplikasi sudah dianggap sebagai model ”default” dalam membangun suatu sistem perangkat lunak. Namun, sistem monolitik rupanya mulai mengalami penurunan dalam penggunaannya. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, seperti tantangan untuk mengoperasikan kode pemrograman yang rumit dan besar, kesulitan mengadaptasi teknologi baru, sulit untuk perluasan bisnis, dan sulit untuk melakukan perubahan baru terhadap alur kerja yang sudah ada.
Sistem arsitektur Microservices sendiri baru hadir beberapa tahun lalu, dan kemudian berakselerasi menjadi tren belakangan ini. Microservices banyak diadopsi oleh perusahaan teknologi raksasa di Indonesia, seperti Tokopedia, Gojek, dan Traveloka. Microservices dipilih karena sifatnya yang lentur atau fleksibel dalam menyesuaikan sistem aplikasi dengan pasar yang sangat dinamis. Keuntungan yang ada di depan mata dalam menggunakan sistem microservices merupakan daya tarik tersendiri bagi para perusahaan teknologi, mulai dari kesempatan perluasan bisnis, kelenturan dan kecepatan penyesuaian dalam bisnis, dan keuntungan-keuntungan lainnya.
Selanjutnya, kita akan melakukan perbandingan antara sistem arsitektur monolitik dan microservices untuk menentukan arsitektur aplikasi mana yang cocok untuk bisnis Anda saat ini.
Monolitik merupakan sebuah pendekatan tradisional dalam pembangunan sebuah aplikasi. Aplikasi monolitik terbentuk sebagai satu kesatuan kode yang tidak dapat dipisahkan satu dan lainnya. Salah satu karakter sistem arsitektur monolitik adalah saat pemrogram ingin melakukan perubahan pada sistem monolitik, pemrogram harus mengubah satu kesatuan kode secara menyeluruh dan bersamaan.
Kelebihan Arsitektur Monolitik
1. Kemudahan dalam penerapan.
Sistem monolitik terbilang sistem yang sederhana sehingga dalam penerapannya pun tidak perlu banyak menangani file atau direktori.
2. Sederhana untuk dikembangkan.
Monolitik adalah pendekatan standar dalam pembangunan sebuah aplikasi, sehingga banyak orang bisa melakukan pengembangannya.
3. Debugging dan testing yang lebih mudah.
Sistem monolitik tidak terbagi menjadi bagian-bagian kecil, sehingga lebih cepat dalam melakukan debungging dan testing.
Kekurangan Arsitektur Monolitik
1. Sulit memahami kode pemrograman saat pemeliharaan.
Sistem monolitik untuk pengembangan aplikasi berskala besar dan rumit akan membuat kode pemrogramannya semakin kompleks. Hal ini akan menimbulkan kesulitan pemahaman tersendiri, terlebih bagi pemrogram yang dari awal tidak ikut mengembangkan aplikasinya.
2. Sulit melakukan perubahan.
Semakin besar aplikasi yang sudah ada, semakin rumit juga perubahan yang perlu dilakukan. Hal ini tentunya akan membuat proses pekerjaan semakin lama dan berbelit-belit, karena satu perubahan akan sangat mempengaruhi keseluruhan sistem yang ada.
3. Sulit mengembangkan aplikasi.
Dengan menggunakan sistem monolitik, pemrogram tidak bisa leluasa melakukan pengembangan program pada kemudian hari. Hal ini karena perubahan sistem harus dilakukan secara menyeluruh, tidak bisa hanya sebagian kecil.
4. Sulit mengadopsi teknologi baru.
Untuk bisa menggunakan teknologi baru, kode aplikasi dengan sistem monolitik harus ditulis ulang secara keseluruhan.
Jika monolitik adalah sebuah arsitektur aplikasi secara kesatuan atau tunggal, maka microservices adalah sebaliknya. Microservices terbagi menjadi unit pecahan yang lebih kecil dan spesifik. Setiap unitnya terpisah dan memiliki sistem beserta database sendiri untuk beroperasi dan menggunakan mekanisme API untuk terhubung dengan unit lainnya.
Kelebihan Microservices
1. Unit yang mandiri.
Setiap unit bisa beroperasi secara terpisah, sehingga bersifat lebih fleksibel. Saat terjadi bug, hanya unit yang terdampak yang harus diperbaiki dan tidak mempengaruhi unit yang lain.
2. Lebih mudah dipahami.
Alur kerja microservices lebih mudah dipahami karena terpecah menjadi unit yang lebih kecil, dibanding harus mempelajari alur kerja monolitik yang harus dipahami secara keseluruhan.
3. Mudah mengembangkan aplikasi.
Karena sifat setiap unitnya bisa beroperasi secara mandiri, microservices lebih mudah dikembangkan pada kemudian hari.
4. Bebas adopsi teknologi baru.
Setiap unit pada arsitektur microservices bisa lebih fleksibel dikembangkan sehingga akan lebih maksimal saat mengadopsi teknologi baru sesuai kebutuhan.
Kekurangan Microservices
1. Tingkat kerumitan yang berbeda.
Sistem yang terpecah menjadi unit-unit kecil memerlukan sistem distribusi yang baik untuk menghubungkan antar unit dengan database.
2. Testing yang rumit.
Pengujian sistem akan menjadi lebih sulit karena banyak komponen yang harus diuji dan diperbaiki.
Jadi pendekatan mana yang cocok untuk bisnis Anda?
Monolitik :
Microservices :