Seiring dengan perkembangan teknologi digital yang berkembang pesat, bisnis di Indonesia pun turut beradaptasi dengan menghadirkan layanan yang memudahkan para pelanggan untuk mengakses bisnis mereka. Salah satu perkembangan teknologi yang memudahkan akses layanan bagi pelanggan adalah aplikasi seluler atau mobile apps. Layanan bisnis berbasis aplikasi seluler ini pun turut berkontribusi besar pada peningkatan nilai ekonomi digital Indonesia.
Berdasarkan riset Google dan Temasek, ekonomi digital Indonesia pada 2019 mencapai US$40 miliar atau Rp566,28 triliun dengan proyeksi menjadi US$130 miliar atau Rp1,8 kuadriliun pada 2025. Angka-angka ini menjadikan ekonomi digital Indonesia di atas negara-negara ASEAN lainnya seperti Filipina (US$7 miliar), Malaysia (US$11 miliar), Vietnam (US$12 miliar), Singapura (US$12 miliar), dan Thailand (US$ 16 miliar).
Lima sektor yang paling berkontribusi terhadap ekonomi digital Indonesia berasal dari sektor yang memanfaatkan aplikasi seluler, seperti e-commerce, media online (musik, video, game, dan periklanan), fintech, perjalanan online, dan layanan transportasi.
Dalam pembangunan aplikasi seluler, pemrogram bisa menggunakan beberapa pendekatan, yakni secara native, hybrid, atau cross platform. Berikut adalah beberapa informasi penting untuk menentukan pendekatan mana yang lebih baik dan hemat untuk layanan bisnis Anda.
Pembangunan aplikasi dengan pendekatan native ditulis dalam satu bahasa pemrograman untuk sistem operasi tertentu. Dibandingkan dengan pendekatan lain, aplikasi native menghasilkan kinerja yang paling optimal. Hal ini karena aplikasi dibangun dengan kumpulan kode berbeda sesuai dengan sistem operasi ponsel, yakni Android atau iOS. Untuk iOS, pembangunan aplikasi menggunakan Objective-C dan Swift, sementara pengembangan aplikasi untuk Android menggunakan Java atau Kotlin.
Aplikasi native juga bisa bekerja dengan baik saat offline dan memiliki performa terbaik dibandingkan pendekatan lainnya. Pendekatan ini sangat cocok untuk bisnis yang sudah berjalan secara matang dan memiliki pengguna yang cukup banyak dan konsisten. Aplikasi dengan pendekatan native juga cocok untuk bisnis yang memerlukan fitur yang cukup kompleks dan menggunakan banyak teknologi perangkat keras pendukung seperti sistem sidik jari, GPS, kamera, mikrofon, dll.
Pembangunan aplikasi secara native adalah impian banyak pemilik aplikasi seluler, tapi sayangnya tidak semua mampu untuk menggunakan pendekatan ini. Faktor biaya adalah faktor penghambat terbesar karena pembangunan dan pemeliharaan aplikasi native memerlukan lebih banyak waktu dan orang untuk mengerjakannya.
Pembangunan aplikasi dengan pendekatan hybrid ditulis dengan menggunakan bahasa pemrograman yang sama atau mirip dengan aplikasi website. Aplikasi ini terdiri dari dua bagian: kode backend dan penampil asli atau frontend yang dapat diunduh untuk menampilkan backend dalam tampilan website. Tidak seperti aplikasi website, aplikasi seluler dengan pendekatan hybrid tidak memerlukan browser untuk mengaksesnya dan dapat memanfaatkan plugin apa pun serta API perangkat. Pembangunan aplikasi dengan pendekatan hybrid memang lebih murah daripada aplikasi native, tetapi kinerjanya cenderung lebih lambat.
Pembangunan aplikasi dengan pendekatan cross-platform ditulis dengan bahasa pemrograman dan teknologi khusus sehingga aplikasi bisa berjalan pada berbagai sistem operasi seperti iOS dan Android. Aplikasi selular dengan pendekatan cross-platforms menggunakan platform seperti Flutter untuk mengembangkannya.
Flutter merupakan produk teknologi buatan Google yang beroperasi menggunakan bahasa pemrograman Dart. Flutter merupakan sebuah kumpulan UI kits yang berbasis open source dan dapat digunakan untuk mengembangkan aplikasi Android, iOS, Linux, Mac, Windows, Google Fuchsia, dan website dari satu basis kode.
Flutter berjalan di mesin virtual Dart yang memiliki fitur mesin eksekusi Just In Time seperti pada sistem operasi Windows, MacOS, dan Linux. Saat menulis kode dan memperbaiki bug pada aplikasi seluler, Flutter menggunakan kompilasi Just In Time yang memungkinkan hot reload. Dengan hot reload ini, modifikasi pada file sumber dapat dimasukkan ke dalam aplikasi yang sedang berjalan. Flutter memperluas proses ini dan memuat ulang stateful hot, yang dalam banyak kasus perubahan pada kode sumber bisa tercermin langsung dalam aplikasi yang sedang berjalan tanpa memerlukan restart tampilan.
Jika ketiga pendekatan di atas dibandingkan, pembangunan aplikasi dengan pendekatan cross-platforms adalah opsi terbaik dan seimbang dalam faktor biaya dan performa. Hasil akhir aplikasi dengan pendekatan cross-platforms dengan menggunakan Flutter lebih murah jika dibandingkan dengan pendekatan native. Kinerja aplikasi dari cross-platforms pun lebih baik jika dibandingkan dengan pendekatan hybrid. Jadi, pendekatan mana yang akan Anda pilih untuk bisnis Anda?